Selasa, 27 September 2011

lukisan kaligrafi SAID AKRAM

Jakarta – Said Akram adalah salah satu dari perupa kaligrafi nasional yang tetap bertahan dan konsisten ditengah tengah serbuan badai senilukis kontemporer dikenal dengan style lukisan lukisan kaligrafi yang menonjolkan dan mengambil efek lelehan air atau akar yang membulat dan mengalir. Akram studio yang bekerjasama dengan Galeri Nasional akan menggelar Pameran Tunggal lukisan Kaligrafi dengan tema “Berbicara melalui Karya”, pada kamis (04/12) pukul 20.00, WIB diresmikan oleh Bapak DR. H. MS. Kaban, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, dan pidato kebudyaan akan disampaikan oleh Bapak A.D. Pirous, bertempat di Galeri Nasional Indonesia Jln. Medan merdeka Timur No.14 Jakarta, pemeran akan berlangsung sejak pembukaan kamis, (04/12) sampai dengan tanggal (16/12). Sebut Said Akram Kepada Wartawan, Rabu (03/12)

Said Akram Menjelaskan Kehadiran Pameran Tunggal ini adalah merupakan sebuah keberhasilan yang sangat luar biasa menilik pameran tunggal dari kalangan pelukis kaligrafi sebelumnya hanya dilaksanakan oleh pelukis A.D Pirous saja yang melakukan hajatan besarnya dalam sebuah pameran akbar yang berdimensi retrospektif beberapa tahun lalu. Ini merupakan sebuah terobosan yang sangat membantu dalam membangun keaneka ragaman ekspresi dan dinamika berkesenian untuk lebih mewarnai kemajemukan kegiatan seni lukis dewasa ini yang lebih banyak didominasi oleh pameran pameran lukisan figuratif yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, umumnya berasal dari perupa China yang silih berganti dilangsungkan di Galeri Nasional ini. Jelas Alumni ISI jokjakarta ini.


Merwan Yusuf sebagai art curator Pameran tunggal Said Akram, beliau mengatakan sudah sejak awal memang lukisan atau drawing yang menggambarkan tentang tanda tanda dalam bentuk yang mempunyai arti tersendiri dan mewakili suatu ide dan ungkapan, adalah temuan pertama manusia untuk mewujudkan kemampuan mencipta yang ditujukan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama. Said Akram adalah salah satu dari perupa kaligrafi nasional yang tetap bertahan dan konsisten ditengah tengah serbuan badai senilukis kontemporer, Aceh menjadi tempat ia bekerja dengan suasana yang lebih kondusif dan lingkungan untuk bisa lebih fokus dan berkontemplasi mewujudkan ide dan gagasan yang nantinya akan direalisir menjadi karya visual. Sudah sejak lulus dari ISI Yogyakarta dan berkiprah sebagai professional artist ia sangat dikenal dengan style lukisan lukisan kaligrafi yang menonjolkan dan mengambil efek lelehan air atau akar yang membulat dan mengalir, ia berhasil keluar dari kepungan pakem pakem penulisan kaligrafi baku yang pernah ada sebelumnya. Bentuk olahan kaligrafi yang seperti itu kemudian memunculkan ciri khas kaligrafi yang memaksimalkan terbentuknya volume dan efek grafitasi.

Merwan Menambahkan, Karya karya yang di hadirkan said akram diruang pameran tunggalnya di Galeri Nasional mengandung pesan pesan moral dan spiritual melalui ekspresi keindahan huruf dari ayat ayat Al Quran dan penggambaran bentuk alam yang tercabik cabik. Ia juga mengajak kita untuk menikmati dan mengapresiasi dunia huruf arab dan kaligrafi baru yang menjadi style pribadinya. Said adalah salah seorang kontributor pengayaan corak kaligrafi yang sangat personal serta telah memperkaya khasanah seni lukis kaligrafi Nasional maupun Internasional, sebut Art curator ini.

Akram seorang pelukis kelahiran Pidie, Aceh. Merupakan generasi terakhir yang konsisten dengan pilihan lukisan khattiya ini pasca-Sadali, dan A.D. Pirous. Akram memiliki zamannya sendiri untuk menilai dan berekspresi pada aliran ini sehingga melahirkan karya-karya inovatifnya yang orisinil, tidak mengekor kepada para pendahulu. Akram adalah anak yang telah dimandikan oleh nilai-nilai religiositas yang kuat. Putera Aceh yang basah dengan tradisi Islam puritan. Ayahnya pakar kaligrafi terkenal, beliau dikenal luas sebagai seorang yang paham sejarah Islam dan sekaligus sebagai seorang “Pentasih” nasional yaitu suatu keahlian yang dapat membaca dengan benar dan mengkoreksi tulisan tulisan arab. Said Akram adalah wajah masa depan seni lukis kaligrafi Indonesia. Pameran tunggal ini menjadi penting bagi Akram untuk mentasbihkan mazhab dan gaya kaligrafinya dalam percaturan seni lukis kaligrafi dunia.

Jakarta, 03 Desember 2008

SAID AKRAM

Selasa, 13 September 2011

KALIGRAFI TAK PERNAH MATI

Merosot Sejak Era Amri Yahya
Surabaya – Surabaya Post. Perkembangan dunia seni lukis di Jawa Timur (Jatim), terutama kaligrafi dikatakan oleh salah seorang pelakunya, tidak akan pernah mati. Namun bagi pelukis lain, meski tidak akan pernah mati namun juga tidak “hidup”. Perkembangannya semakin merosot jika dibandingkan dengan tahun 1980-1985 an.

Saat itu, dunia seni lukis kaligrafi terlihat menonjol dan gaungnya juga tidak hanya Jatim tapi menasional. “Apalagi saat itu masih getol-getolnya Amri Yahya (Jogjakarta) dan AP Pirous (Bandung),” kata pelukis kaligrafi senior dari Kediri, M Djuhandi Djauhar yang ditanya tentang perkembangan dunia kaligrafi saat ini (Surabaya Post, 4 September).

Pada saat itu, tambah pria kelahiran Kota Tahu pada 1948 ini, dukungan dan antusias pelukis bergitu terlihat. “Pak Amri dan Pak Pirous, adalah maestro yang jasanya terhadap perkembangan seni kaligrafi Indonesia begitu besar,” jelas Djuhandi yang ditemui saat mempersiapkan pameran bersama di Galeri Surabaya (GS) – Kompleks Balai Pemuda, mulai Jumat (5/9) ini.

Namun sejak kurang berkiprahnya dua pelukis itu, termasuk meninggalnya Amri Yahya, kondisi atau perkembangan dunia seni lukis kaligrafi terus merosot hingga kini. Pameran, kata dia, juga jarang sekali. Kalaupun ada, hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa atau hari besar Islam. “Seperti saat Ramadan begini,” kata dia.

Padahal, kata Mantan Pengawas Pendidikan Agama Islam Kandepag, Kediri, hal itu tidak perlu dilakukan. Tidak harus menunggu hari besar Islam atau puasa. Kalau mau pameran, ya pameran saja. Karya yang dihadirkan juga tidak usah dibedakan antara kaligrafi dan lukisan lainnya, baik kontemporer atau pemnadangan.

Rupanya, tambah pelukis kaligrafi lainnya, Bambang Tri ES, kondisi ini sepertinya belum disadari banyak pelukis. Sehingga, kalau pameran juga selalu mencari suasana yang pas, termasuk seperti pameran di GS ini.

Kalau tentang pasar, baik Djuhandi maupun Bambang Tri, sama-sama mengatakan, masih kalah jauh dengan lukisan lain, terutama kontemporer. Namun keduanya, termasuk pelukis lain yang kini pameran di GS, berusaha mengangkat lukisan kaligrafi ke masyarakata. Salah satu caranya juga dengan pameran. Untuk selanjutnya, mereka akan berpameran lebih sering dan tidak terkait dengan hari besar keagamaan, khususnya Islam.

“Seperti AD Pirous itu, meski karyanya dikenal kaligrafi, namun pameran juga dilakukan di mana-mana. Tidak membedakan aliran. Karya Pak Pirous juga tetap mempunyai apresiasi tinggi. Ini yang perlu disadari oleh teman-teman pelukis,” jelas Bambang yang dalam pemerannya menampilkan QS Al Baqoroh 45.

Pameran yang digelar di GS hingga 13 September, tambah Djuhandi, mestinya ada sembilan orang. Namun yang ikut hanya enam orang. Salah seorang pelukis yang dianggap sebagai penggagas, Paib dari Bawean, tidak bisa ikut, karena ada kesibukan di Kuala Lumpur (KL) Malaysia yang tidak bisa ditinggalkan.

Kelompok yang pameran di GS dengan tema “FirmanMu Sumber Keteduhan Hati” ini, rencananya tidak hanya pameran di Jatim dan Indonesia saja tapi juga ke luar negeri. Dan keliling Asia Tenggara. “Mudah-mudahan setelah Pak Paib datang, perencanaan bisa dilanjutkan,” kata dia.(gim)
Surabaya Post, Jumat 05/09/2008 – 10:48:46 |